I.
PENDAHULUAN
Biasanya hijrah itu diterjemahkan
sebagai melarikan diri, arti yang demikian itu tidak benar. Kata itu sendiri
berarti memutuskan perhubungan. Disini berarti memutuskan pertalian dengan kaumnya
dan mengungsi ke Madinah. Dan hijrah inilah yang membagi pekerjaan Muhammad
sebagai rasul Allah dalam dua bagian, yaitu 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di
Madinah. Dan hijrah ini pula yang membagi islam dalam cara bekerjanya
mempertahankan diri di Makkah dan perluasan sayap di Madinah.
Hijrah merupakan bukti ketulusan dan
dedikasi pada keimanan dan akidah. Para muhajirin meninggalkan tanah kelahiran
mereka, harta, keluarga, dan kawan-kawan mereka untuk memenuhi panggilan Allah
dan Rasul-Nya.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimana
Pengaruh Hijrah Tehadap Struktur Masyarakat Madinah?
B. Bagaimana
Pengarruh Hijrah Terhadap Sistem Muakhah Madinah?
C. Bagaimana
Pengaruh Hijrah Terhadap Pembentukan Negara Madinah?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengaruh
Hijrah Tehadap Struktur Masyarakat Madinah
Peristiwa hijrah merupakan suatu
indikasi kebenaran ajaran Nabi dan latihan bagi para pengikutnya. Dengan proses
itu, mereka menjadi mampu untuk memikul tanggung jawab sebagai khalifah Allah
di muka bumi, untuk mengimplementasikan hukum-hukum Allah, melaksanakan
perintah-Nya dan berjuang di jalan-Nya.
Allah memilih Madinah sebagai tempat
hijrah kaum muslimin, sebagai mana disebutkan dalam sebuah riwayat yang
menyebutkan bahwa Nabi bersabda,
“tempat hijrah kalian sudah
diperlihatkan pada ku. Aku telah melihat tanah bergaram dan ditumbuhi pohon
kurma berada diantara dua gunung yang berupa harah.” (HR. Bukhori dan Muslim)[1]
Hijrah Nabi ke Madinah sengaja
ditunda hingga sebagian besar sahabat-sahabatnya yang dapat bermigrasi
melakukannya. Dalam banyak ayat
Al-Qur’an disebutkan dorongan untuk berhijrah dan pengakuan keutamaan bagi
orang yang melakukannya. Kemunculan Negara Islam Madinah membutuhkan muhajirin
untuk mendukung kekuatan otoritas Islam di kota itu, karena Yahudi, para
penyembah berhala (musyrikin), dan orang-orang munafik, terus menerus
melakukan upaya penekanan. Peristiwa hijrah telah memporak-porandakan dan
mengganggu orang-orang kafir Quraisy yang terus mengamati Madinah secara
saksama. Mereka terus menyusun plot-plot untuk menghancurkan Isalam sejak dini
memunculkan Negara itu.[2]
Sebagian
kaum muslimin menunda kepergian mereka ke Madinah karena tekanan dari anak dan
istri. Dan ketika tiba di Madinah beberapa saat kemudian, mereka menyaksikan
orang-orang yang lebih dahulu hijrah telah belajar banyak tentang agama. Mereka
pun bermaksud menghukum anak dan istri. Maka turunlah ayat,
$pkr'¯»t úïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
cÎ)
ô`ÏB
öNä3Å_ºurør&
öNà2Ï»s9÷rr&ur
#xrßtã
öNà6©9
öNèdrâx÷n$$sù
4 bÎ)ur
(#qàÿ÷ès?
(#qßsxÿóÁs?ur
(#rãÏÿøós?ur
cÎ*sù
©!$#
Öqàÿxî
íOÏm§
ÇÊÍÈ
Artinya: "Hai orang-orang mukmin,
Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh
bagimu. Maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni
(mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dari
penjelasan tersebut, dijelaskan bahwa hijrah merupakan suatu kewajiban bagi
setiap muslim pada awal Islam hingga perang Khandaq pada tahun kelima hijrah.
Kemampuan Negara Islam untuk mempertahankan dan melindungi diri melawan
kekuatan luar telah begitu teruji, sehingga tidak memerlukan lagi kedatangan
kaum muhajirin baru. Strategi Negara Islam berubah dari bertahan menjadi
menyerang.[3]
Dalam
perjalanannya mengemban wahyu Allah, Nabi memerlukan suatu strategi yang
berbeda di mana pada waktu di Makkah Nabi lebih menonjolkan dari segi tauhid
dan perbaikan akhlak tetapi ketika di Madinah Nabi banyak berkecimpung dalam
pembinaan atau pendidikan social masyarakat karena disana beliau dianggkat
sebagai Nabi sekaligus sebagai kepala Negara.
Persoalan
yang dihadapi oleh Nabi ketika di Madinah jauh lebih komplek dibanding ketika
di Makkah. Di sini umat Islam sudah berkembang pesat dan harus hidup
berdampingan dengan sesama pemeluk agama lain, seperti Yahudi dan Nasrani. Oleh
karena itu pendidikan yang diberikan oleh Nabi juga mencakup urusan-urusan
muamalah atau tentang kehidupan bermasyarakat dan politik.[4]
Enam
bulan setelah hijrah, Rasulullah telah berhasil melakukan konsolidasi internal
dan menyusun semua hal yang bersangkut paut dengannya. Setelah itu Rasulullah
mempersiapkan masalah-masalah eksternal dan peperangan yang mungkin akan segera
mengancam. Pada dasarnya Rasulullah tidak pernah mendahului menyerang lawan,
Rasulullah hanyalah mempertahankan diri dari serangan musuh yang mengancam
keberadaan umat Islam.
Kaum
muslimin diperbolehkan untuk berperang melawan kaum kafir denagn dua alasan.
Alasan normatif diperbolehkannya berperang dalam Islam menurut Hasan Ibrahim
Hasan[5] adalah
Pertama,
untuk mepertahankan diri dan melindungi hak miliknya. Kedua, untuk menjaga keselamatan dalam menyebarkan kepercayaan dan
mempertahankannya dari mereka yang menghalang-halanginya. Oleh karena itu,
barang siapa yang mau memeluk agama Islam tidak boleh merasa takut dari
keributan dan tekanan. Kedua ukuran pertahanan itulah yang dikenal denan
istilah jihad yang berarti menggunakan kekuatan seseorang untuk memukul mundur
dengan sikap apriori untuk tidak bekerja sama.[6]
B.
Pengarruh Hijrah Terhadap Sistem
Muakhah Madinah
Muakhah
berarti persaudaraan. Islam memandang orang-orang Muslim sebagai saudara (QS.
al-Hujurat (49): 10). Membangun suatu hubungan persaudaraan yang akrab dan
tolong-menolong dalam kebaikan adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Sistem
persaudaraan ini dibangun Nabi sejak beliau masih berdomisili di Makkah atas
dasar kesetiaan terhadap kebenaran dan saling tolong menolong. Setelah Nabi di
Madinah sistem ini terus dimantapkan sebagai modal untuk membangun negara yang
kuat.[7]
Islam menganggap orang-orang mukmin
sebagai saudara. Muhajirin yang datang dari Mekah ke Madinah menghadapi
berbagai persoalan ekonomi, social, dan kesehatan. Sebagaiman kita tahu,
muhajirin telah meninggalkan keluarga dan bahkan sebagian besar harta kekayaan
meraka di Mekah. Keterampilan mereka adalah dalam bidang perdagangan, karena
orang-orang Quraisy memang sangat ahli, bukan dalam pertanian dan peternakan
yang merupakan tonggak penting ekonomi Madinah.
Karena kebutuhan akan modal,
muhajirin tidak dengan sendirinya menapaki jalan mulus dalam masyarakat baru
ini. Sementara Negara yang baru muncul itupun dihadapkan pada dilema-dilema,
misalnya bagaimana agar muhajirin dapat membiayai hidupnya dan memperoleh
tempat tinggal yang nyaman. Hubungan muhajirin dan masyarakat Madinah baru saja
mulai. Muhajirin meninggalkan keluarga dan kolega-kolega mereka di Mekah.
Hubungan mereka terputus sama sekali. Ini tentu menciptakan perasaan kesepian
dan kerinduan akan tanah kelahiran. Apalagi adanya perbedaan cuaca antara Mekah
dan Madinah sehingga banyka muhajirin menderita sakit flu dan pilek. Keadaan
mereka membutuhkan perhatian khusus, lebih dari sekedar penerimaan tamu-tamu
biasa. Anshar tidak segan-segan menawarkan pertolongan. Mereka betul-betul
memperlihatkan contoh pengorbanan yang sangat mulia.
Kedermawaan anshar sungguh luar
biasa hingga mereka mengusulkan kepada Nabi untuk membagi pohon-pohon kurrma
yang mereka miliki kepada muhajirin. Alasannya, karena pohon kurma tersebut
merupakan sumber penghasilan bagi sebagian besar mereka. Nabi menyarankan agar
pohon-pohon kurma tersebut tetap dikelola mereka, tetapi mereka dapat
membagi-bagi kan kurma terhadap muhajirin. Sikap dermawan ini sangat menyentuh
hati muhajirin. Mereka secara terus terang membicarakan kedermawaan anshar.
Selain itu ada suatu system yang
dapat menjamin kelayakan hidup muhajirin. Terutama status dan keberadaan meraka
yang membutuhkan dan bergantung kepada anshar. Atas dasar itulah system muakah
dirumuskan dalam perundang-undangan resmi. Ibnu Abdil-Bar berpendapat,
pembuatan undang-undang terjadi lima tahun setelah hijrah. Ibnu Sa’ad
mengatakan bahwa system muakah terbentuk setelah hijrah dan sebelum perang
Badar tanpa menspesifikasikan waktu yang pasti kapan pengesahan undang-undang
tersebut. Peresmian undang-undang itu diadakan di kediaman Anas bin Malik.
Muakah terjadi antara dua belah pihak yaitu anshar dan muhajirin.[8]
C. Pengaruh
Hijrah Terhadap Pembentukan Negara Madinah
Tindakan yang pertama yang
dijalankan Nabi Muhammad di Madinah adalah mendirikan masjid. Tujuannya adalah
mempersatukan umat Islam dalam satu majlis. Setelah pembuatan masjid selesai,
mula-mula kiblat ditujukan ke arah Darussalam, akan tetapi kemudian diubah oleh
ayat yang kemudian turun (surah 2 ayat 144) yang menerangkan bahwa kiblat harus
kearah Mekah (ka’bah).
Selain itu ditetapkan bahwa lima
kali tiap hari pada waktu salat dimulai diperdengarkan adzan. Kemudian Nabi
mengumumkan kewajiban-kewajiban mengenai agama dengan berpedoman ayat-ayat yang
turun. Pada waktu itu pula kewajiban puasa di bulan Ramadhan diadakan. Demikian
pula zakat dan sedekah. Disamping Nabi Muhammad melaksanakan kewajibannya
sebagai rasul ia mendapat tantangan dari kaum Yahudi, padahal Nabi waktu itu
telah mwngadakan perdamaian dengan mereka.[9]
Ketika masyarakat Islam terbentuk
maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang baru tersebut. Oleh
karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan ditujukan kepada pembinaan
hukum. Ayat-ayat ini kemudian diberi penjelasan oleh Rasulullah, baik dengan
lisan maupun perbuatan.[10]
IV.
KESIMPULAN
Hijrah
merupakan suatu indikasi kebenaran ajaran Nabi dan latihan bagi para
pengikutnya. Dengan proses itu, mereka menjadi mampu untuk memikul tanggung
jawab sebagai khalifah Allah di muka bumi, untuk mengimplementasikan
hukum-hukum Allah, melaksanakan perintah-Nya dan berjuang di jalan-Nya.
Membangun suatu hubungan persaudaraan
yang akrab dan tolong-menolong dalam kebaikan adalah kewajiban bagi setiap
Muslim. Maka dari itu anshar tidak segan-segan memberi pertolongan terhadap
kaum muhajirin.
V.
PENUTUP
Demikianlah pemaparan dari pemakalah,
semoga dapat mendatangkan manfaat dari makalah yang kami susun. kami sadar
dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu sumbangan kritik
maupun saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca agar makalah
selanjutnya menjadi lebih baik. Amin.
[1] Akram Dhiyauddin Umari, Masyarakat
Madani Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi, Jakarta: Gema Insani Press,
1999, hlm. 73
[2] Ibid.,hlm.75
[3] Ibid.,hlm. 76-77
[4] Fatah Syukur, Sejarah
Peradaban Islam, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2011, hlm. 35
[5]Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989, hlm. 28-29
[6]Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta : AMZAH, 2009, hlm. 72-73
[7] Marzukiwafi, http://marzukiwafi.wordpress.com/2008/01/23/islam-dan-masyarakat-madani/,
23 Januari 2008.
[8]Akram Dhiyauddin Umari,Masyarakat
Madani Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi hlm. 80-82
[9] Soebardi dan Harsojo, Pengantar
Sejarah Dan Ajaran Islam, Binacipta, 1983, hlm. 14
[10] Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, hlm. 69
0 komentar:
Posting Komentar